Selama ini, dunia global ricuh dengan kemelut politik dan persaingan yang semakin memanas. Pelajar hanya bisa menjadi penonton yang terabaikan.
Kita hidup dibawah naungan imperialisme modern. Dimana mulut kami dibungkam dan apresiasi kami tak pernah didengar. Sebagai pelajar, kami memang perlu belajar. Namun, tak semua yang kami suarakan adalah suatu kesalahan besar. Walaupun, belajar merupakan tahap dari tidak tahu menjadi tahu. Bukankah ruang publik itu tidak hanya untuk para politisi ?? (nggak koq, buat pengamat ekonomi juga)
Pelajar juga berhak untuk memperoleh suatu kebebasan. Bukannya hanya mengekor pada norma orang tua yang sudah ada sejak lama. Kami berhak juga untuk mengkritisi kinerja para pendidik kami. Sebab, sebagai pendidik mereka juga manusia, kan? Yang kodratnya tidak luput dari kesalahan sekecil apapun (Ingat no body perfect).
Kami terjepit (aw..aw..sakit !). Dan kami terhimpat diantara keterikatan tugas yang lambat laun membinasakan kreativitas kami. Diantara setumpuk (hah, setumpuk? Banyak banget !) lembar tugas yang menyita ¾ hidup kami setiap harinya (setahun berapa yaa?), sehingga menepis waktu-waktu yang seharusnya kami pergunakan untuk mengembangkan thalenta. Namun, bukannya kami mengeluh dan tak berusaha mengerjakan tugas itu dari jauh-jauh hari. Sebab kami sudah cukup mengorbankan tak sedikit waktu istirahat kami (naas bangett..). Bahkan, kami tidak punya cukup waktu mempelajari materi besok atau materi yang telah kami peroleh paginya. Ditambah lagi, seringkali kita mematok ulangan 3 pelajaran dalam sehari. Beruntung kalau kita memperoleh toleransi, tetapi jika tidak tamatlah riwayat kami (iuh..segitunya !!). Nampaknya itu belum cukup. Sebab kita harus masih berurusan sama remidi yang kapanpun datang menjerat (bisa nggak remidi pergi jauh dan nggak kembali??). Walaupun kami sudah menjadikan buku sebagai sahabat sejati siang dan malam (buku sebagai sahabat manusia ?). Kami tak ingin terpaku pada teori tanpa peng-aplikasi-an, dan bagaimana aplikasi itu dapat kami lakukan jika kami buta akan lingkungan sekitar. Buta karena kita terlalu menutup mata atas fenomena di lingkungan itu. Sebaliknya terlalu membelalakkan mata pada tugas yang sedemikian bentuknya ala RUMUS (A.B=AB cos α; s=v0t+ ½ at2 ;PV=nRT; V∞n// deuh, koq mbulet ya..) dan HUKUM (efek doppler,hukum archimedes,hukum newton 1 2 3,hukum lavosioner,teori lewis-kossel, hukum kepler 1 2 3, hukum gay lussac, teori avogadro// dan masih banyak yang nggak disebutin cz ‘ntar kertasnya nggak muat). Ilmu itu bermanfaat kalau dapat diterapkan, bukan saja diatas kertas ulangan tapi dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan?? (bukan manfaat karena lolos dari jeratan REMIDI). Raga kami hanya sebatas raga siswa SMA yang ringkih. Dan kami juga hanya manusia yang pikirannya bisa mampet. Sehingga butuh waktu refreshing agar otak ready to fill. Inikah yang dinamakan sekolah bertaraf internasional, memberi sekat pada relasi kami dengan lingkungan? Atau membuat beda mainset kami dengan siswa sekolah lain ? kalau seperti ini, citra SMA sebagai sekolah dengan masa paling indah patut dipertanyakan.
sebenarnya, apa makna sebuah tugas ?? mempersiapkan dan membiasakan kami untuk berbagai tantangan di dunia mahasiswa nanti ? (it’s okay, fine). Tetapi, akankah makna itu tetap menjadi makna yang berarti, jika jam-jam, menit-menit, maupun detik-detik yang kami punya dirumah tidak cukup mengerjakannya. Akhir-akhirnya, nyontek akan jadi prioritas utama. Mengapa tugas harus banyak kalau tugas yang sediki saja sudah memiliki bobot yang utama? Jadi beri kami spasi agar kami bisa menghirup nafas kebebasan (nafas kebebasan mengandung O2) dan merasa sedikit dihargai. Jangan khawatir kebebasan kami akan lepas dari tanggung jawab, sebab kita memiliki kendali. Jadi, tidak perlu mengikat kami dangan tugas-tugas itu, cukup ala kadarnya saja.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar